Peristiwa setelah The Last Bloodline
apa yang terjadi setelah penyerangan SMA 1 Batang oleh parewa. ritel datang bersama anak dan bertempur mengalahkan periode gudang tua. ritel membuka portal menerobos ke tempat ganti.
======================
Cerita setelah The Last Bloodline bagian 1: Warga Nagari Batang memperbaiki sekolah yang rusak setelah penyerangan oleh kelompok Parewa Bujursangkar Putih. Farhis masih berduka dan belum masuk sekolah. Lou Granti dan Laila juga sudah mulai pulih. Laila sudah masuk sekolah, namun tangannya masih nampak bekas patah akibat sayatan pedang. Apa yang diketahui Laila saat itu adalah bahwa dia merupakan anggota Gemmanallarexa, sama seperti orang yang datang menyelamatkan Lou Granti. Lou Granti menceritakan kepada Laila bahwa dia dibawa oleh dua orang agen senior bernama Lunar Zenetity dan Rittel. Namun, Lou Granti tidak bercerita banyak tentang mereka selain bahwa dia hanya melihat Lunar Zenetity memakai pelindung tangan seperti yang dia, Laila, dan Farhis miliki.
Setelah penyerangan oleh Parewa di
SMA 1 Batang, Rittel bersama Lunar tiba dan bertempur melawan Parewa di sebuah
gudang tua. Dengan kekuatan yang ada pada mereka, Rittel membuka portal dan
menerobos ke lokasi di mana Granti disekap. Mereka berhasil membawa Granti ke
markas pusat Gemmanallarexa. Dalam kondisi setengah sadar, Granti dibawa ke
ruang HQ yang dipenuhi oleh orang-orang asing. Di tengah kerumunan itu, muncul
bayangan putih yang sering menghampirinya.
"Assalamualaikum, kenalkan
saudara baru kalian, Lousiyana Granti Azzhura, Divisi Support, Spesialis
Medis," kata bayangan putih tersebut. Granti, terkejut dan bingung, hanya
mampu mengucapkan, "Assalamualaikum, salam kenal." Bayangan putih
kemudian menjelaskan situasi terkini kepada Granti, menyampaikan bahwa kelompok
WSA masih memburu kader mereka dan bahwa mereka harus segera melindungi mereka.
Setelah penjelasan singkat, Granti diizinkan untuk meninggalkan kerumunan, dan
Lunar serta Rittel mengantar Granti keluar. Rittel membuka portal menggunakan
gadget di tangannya, dan Granti di-teleportasi kembali ke rumahnya di Nagari
Batang dengan selamat.
Setibanya di rumah, Granti merasa
bingung dan seperti berada dalam mimpi. Selama tiga hari terakhir, ia tidak
masuk sekolah dan merasakan ketidaknyamanan yang mendalam dengan kondisi
sekitar yang tampak asing. Pada pagi itu, Granti bergegas ke sekolah, menyadari
bahwa Tante Erza tidak ada di rumah—mungkin sedang bertugas. Saat melangkah
keluar, Granti disambut oleh suasana hancur di Batang, seolah baru saja terjadi
pertempuran besar.
Jalanan sepi dan halaman rumah
berserakan, menambah kekacauan yang terlihat. Dengan rasa penasaran dan cemas,
ia segera menuju sekolah untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi di
kampungnya.Sesampainya di sekolah, Granti terkejut melihat bangunan yang juga
porak-poranda. Pintu kaca dan jendela rusak, serta pagar sekolah yang hancur.
Beberapa warga sedang sibuk membenahi kerusakan, dan Granti bertanya tentang
kejadian yang telah terjadi. Laila, bersama beberapa murid sekolah lainnya yang
telah tiba, memberitahunya bahwa orang tua Farhis telah meninggal dunia.
"Innalillahi wa inna ilayhi raji'un," kata Granti dengan penuh duka.
"Ayo, kita pergi ke rumah Farhis."
Di rumah Farhis, suasana duka sangat
terasa dengan banyaknya pelayat yang datang. Granti menyampaikan
belasungkawanya kepada Farhis dan menghibur agar tetap tabah menghadapi cobaan.
Farhis mengucapkan terima kasih atas perhatian teman-temannya. Setelah beberapa
waktu bercakap-cakap, Granti berpamitan dari rumah duka. Laila kemudian
mengajak Granti untuk menemui Mak Datuak untuk mengetahui kondisinya. Di sana,
Granti meminta maaf kepada Mak Datuak karena serangan Parewa yang menimpa
seluruh warga Batang. Mak Datuak kemudian menceritakan tentang Nasti, ibu
Granti yang telah tiada. "Kamu seperti Nasti, permata di Nagari Batang
ini. Semua orang pasti akan mempertahankanmu karena kamu bersama pihak yang
benar."
Saat ujian nasional dimulai, semua
siswa mengikuti ujian meski dalam keadaan luka-luka yang masih dalam
penyembuhan. Mereka terus berjuang demi masa depan mereka. Di suatu jam
istirahat, Laila menghampiri Farhis yang sedang duduk di kelas sambil
mencoret-coret kertas. Laila membawa beberapa jajanan untuk Farhis, mungkin
sekadar mengganjal perutnya, karena ia tahu Farhis sering melewatkan sarapan
sebelum sekolah. Laila bertanya tentang "serigala di Bukit Mati" yang
sering mengantar Farhis ke lokasi tersebut. "Apa tidak bahaya? Itu adalah
zona merah, wilayah kelompok Parewa," tanya Laila. Farhis hanya tersenyum
dan menjelaskan bahwa serigala itu membantu ayahnya menjaga kerbau peliharaan
saat mereka tidak bisa melakukannya. "Mereka bukan ancaman, justru mereka
membantu kami," kata Farhis.
Komentar
Posting Komentar